Notification

×

Pelayan Prematur

Selasa, 23 Juni 2020 | 01.18.00 WIB Last Updated 2020-06-23T08:18:57Z

Melayani, menginjili dan menjaga kekudusan diri adalah pergumulan serta perjuangan sepanjang hari dan sepanjang hidup orang kristiani. Orang Kristen, kata orang Betawi, itu “kudu” melayani. Mengapa melayani? Karena melayani adalah TUGAS DAN PANGGILAN yang ditetapkan Allah. Melayani adalah bentuk TANGGUNGJAWAB IMAN seseorang. Melayani adalah EKSPRESI SYUKUR seseorang atas kasih Allah yang sudah melayani dia terlebih dahulu. Allah sudah terlebih dahulu menyerahkan anaknya sebagai korban penebus salah manusia.

Ada pelbagai jenis bidang pelayanan. Mengajar, berkhotbah, bersaksi, memimpin pujian, dan masih banyak lagi lainnya. Setiap orang bebas saja memilih sesuai minat dan keinginannya, bentuk pelayanan mana yang akan dia geluti dan kerjakan. Tapi seyogyanya, atau lebih maksimal lagi, kalau pelayanan itu dilakukan sejalan dengan talenta yang dimiliki. Anda berbakat bermain musik, maka mengiringi jemaat dalam memuji Tuhan lebih pas rasanya. Anda memiliki suara yang indah, dengan tekhnik yang benar, akan menjadi lebih indah lagi kalau memilih pelayanan sebagai pemimpin pujian dalam ibadah. TAPI tunggu dulu, tidak cukup dengan modal suara atau skill yang cukup, jauh lebih sempurna kalau dibarengi dengan pengetahuan teologi pelayanan yang benar.

Bagaimana dengan berkhotbah, mengajar & menyampaikan FIRMAN TUHAN? Apakah cukup bermodalkan suara lantang; penguasaan panggung; teknik psikologi massa; pandai membuat lelucon dan memiliki soft skill yang baik? Dengan metode penyampaian yang baik, maka diharapkan pesan yang disampaikan memang akan lebih mudah dimengerti dan tersampaikan. Tapi pertanyaannya adalah, pesannya apa atau pesannya siapa?

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah ibadah persekutuan pemuda saya dibuat terkaget-kaget dengan si pembawa Firman Tuhan. Betapa tidak, dengan berani si pengkhotbah, yang juga anggota persekutuan tersebut mengutip satu ayat, tentang Yesus bertumbuh besar, lalu mulai menjelaskan banyak hal tentang pertumbuhan apa saja yang harus dimiliki oleh orang muda.

Secara penampilan, sangatlah luar biasa dan amat memukau. Membawakan firman Tuhan dengan amat sangat berani dan sangat atraktif, khas gaya pengajar sekolah minggu. Belum lagi bumbu-bumbu humor segar yang dilontarkan. Tapi soal pesan yang disampaikan, sejatinya tidak utuh berbicara tentang ayat yang sedang dibawakannya. Mudah ditebak, apa yang disampaikan bukan dari menggali firman yang dibacakan (eksegesis); tapi dari konsep umum yang pernah dipelajari, lantas dicarikan ayat pendukung tentang bagian-bagian itu (eisegeses).

Memiliki, bakat, talenta, teknik penyampaian yang baik, soft skill atau apapun namanya, memang bisa menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan sebuah FIRMAN. Tapi sejatinya, yang penting dari penyampaian Firman adalah FIRMAN itu sendiri. Apa yang ingin Allah sampaikan melalui penulis Alkitab dalam konteks zaman itu, dan bagaimana aplikasinya bagi kita di konteks ini. Itu sudah!

Modal berani saja tidak cukup. Modal teknik saja tidak cukup; tapi juga harus modal “capek”; mau berupaya lebih dengan menggali Firman itu. Menggali Firman juga bukan perkara mudah, ada kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan, mulai dari teknik penafsiran, bentuk sastra dari firman itu sendiri; konteks dekat dan konteks jauh dari firman itu sendiri. Lagi-lagi, tidaklah mudah.

Kalau hanya bermodal kemauan atau niatan dalam melayani tidaklah cukup. Apalagi kalau melayani dalam mengajar atau berkhotbah. Mempersiapkan diri dengan baik, jauh lebih berhikmat. Belajar banyak, membaca banyak dan merenungkan banyak akan amat sangat jauh lebih baik. Apalagi kalau mau menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan secara penuh dan rela dibentuk dalam sekolah teologi. Jangan sampai mau cepat-cepat menjadi pelayan Tuhan, mau cepat-cepat berdiri di mimbar menyampaikan Firman, tapi terlepas sama sekali dari apa yang penulis kitab maksudkan. Jadilah pelayan yang diproses sampai benar-benar matang, jangan menjadi pelayan PREMATUR yang ansich belum benar matang tapi karena berani, lalu melawan proses dan memilih cara instan.

Pdt. Slamet Wiyono

Gereja Reformasi Indonesia

×
Berita Terbaru Update