Sekolah (formal) adalah sesuatu yang sangat penting. Tidak ada satupun “mahluk” di bumi ini yang sehebat sekolah. Sekolah dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga Perguruan Tinggi (PT) terdapat di mana-mana, mulai dari desa terpencil hingga kota-kota besar, dari permukiman kumuh hingga kawasan elit, dari daerah-daerah miskin penduduknya kelaparan hingga daerah yang penduduknya bergelimpangan dengan kekayaan. Superioritas sekolah, sangat luar biasa, sehingga telah mengganti berbagai fungsi keluarga dan masyarakat. Sekolah dapat menjadi institusi yang membebaskan manusia dari kekangan kekuasaan yang sewenang-wenang, tetapi sekolah juga menjadi alat kekuasaan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Sekolah dapat melahirkan ilmuwan dan cendekiawan yang bermoral tinggi yang dapat memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan universal, tetapi sekolah juga memproduksi manusia-manusia bejat, rakus, tidak bermoral dan anti kemanusiaan universal. Sejarah telah mencatat, tidak sedikit ilmuwan dan cendekiawan yang hidupnya diabdikan terus-menerus untuk kesejahteraan umat manusia, tetapi sejarah juga belum menghapus catatan hitam, bahwa tidak sedikit sarjana yang memiliki gelar akademik yang hidupnya diadikan untuk kejahatan.
Sudah banyak fakta di depan mata kita, betapa sekolah menimbulkan berbagai problematika sosial yang kemudian sekolah sendiri tidak bisa memecahkannya. Khusus di Indonesia, penggangguran terdidik (sarjana) merupakan problem sosial yang paling serius hingga kini tidak bisa diselesaikan oleh sekolah, padahal komunitas yang disebut pengganggur terdidik tersebut dilahirkan oleh sekolah. Para pelajar yang belajar dari mata kuliah/pelajaran agama sampai keterampilan itu menjadi komunitas yang menyukai kekerasan, beli skripsi, menjiplak hasil karya dan praktik-praktik tidak bermoral lainnya hanya karana ingin mendapat gelar sarjana, yang kemudian gelar itu pun masih membuatnya menjadi komunitas frustasi karena mengganggur, atau menjadi pegawai karena menyogok ke kiri dan kanan, yang tentunya praktik ini sangat tidak bermoral. Kenyataan seperti ini sangat memalukan.
Lalu bagaimana dengan Sekolah Kristen Makedonia? Apakah sama dengan pernyataan di atas? Pernyataan di atas mengusik Kristianus Yopi sebagai guru. Sekolah Kristen Makedonia (dari Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas sekarang) dan sebentar lagi akan ada Perguruan Tinggi Teologi yang akan melahirkan sarjana-sarjana baru nantinya. Menurut pendapat kristianus, "Dari nama sekolah ini pun sudah memberikan ciri khas dari sekolah-sekolah lain di daerah Kalimantan Barat khususnya kabupaten Landak yaitu menyandang nama Kristen. Sebagai sekolah Kristen tentunya akan keluar lulusan yang seharusnya meneladani Kristus sebagai panutan orang Kristen, tapi apakah semuanya pengikut Kristus kelakuanya akan meneladani Kristus itu sendiri?" Kristianus Yopi mengemukakan lagi Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah tentunya sudah mempersiapkan pendidikan yang layak untuk peserta didik khususnya di SKM, mulai dari kegiatan character building dalam praktiknya kegiatan KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) yang dilaksanakan setiap minggu efektif yaitu pada setiap hari Jumat, tidak cukup sampai disitu, pembinaan juga dilakukan di sekolah setiap hari peserta didik melakukan renungan bersama di kelas, lalu renungan bersama setiap hari Selasa, dan tentunya pada hari Minggu untuk beribadah (misa) di gereja masing-masing bahkan sore hari ibadah lagi di dalam komplek sekolah dalam hal ini Gereja Reformasi Indonesia (GRI) yang ikut andil. Bukan hanya dari sisi penguatan iman Kristiani, yang dilakukan oleh sekolah untuk mempersipkan peserta didiknya di masa yang akan datang, tak kalah penting juga semangat nasionalisme dan patrotisme yang didukung oleh kegiatan pramuka dan paskibraka. Selain rutinitas kegiatan yang sudah disebutkan sebelumnya, peserta didik juga diwajibkan untuk tinggal di asrama. Sedemikian banyak kegiatan yang sudah sekolah persiapakan untuk membina anak-anak bangsa yang ada di pedesaan kabupaten Landak ini, lalu apakah cukup?
Dengan demikian, Sudah saatnya semua elemen bersama-sama bersatu untuk menjalan visi dan misi sekolah sebagaimana mestinya, siapkah SKM naik kelas?
Kristianus Yopi P., S.E.
Guru SMPK Makedonia