Notification

×

Desa Suluh Tembawang Diantara Rupiah Dan Ringgit

Rabu, 24 Juni 2020 | 01.48.00 WIB Last Updated 2020-06-24T08:48:01Z
Kalimantan Barat- Desa Suluh Tembawang merupakan salah satu destinasi tujuan dari misi untuk menyeleksi siswa SMP Suluh Tembawang yang ingin sekolah di Sekolah Kristen Makedonia. Desa tersebut terletak di perbatasan Indonesia-Malaysia yang terbagi dari 10 dusun, dengan bahasa berbeda setiap dusunnya. Perkampungan di daerah itu terbagi dalam beberapa wilayah yang terletak di atas bukit-bukit yang membentang sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia. Satu Dusun ke Dusun lainya hanya terhubung oleh jembatan-jembatan darurat.
Kegiatan sehari-hari masyarakat di wilayah itu adalah bertani (berladang dan bercocok tanam),  komoditi andalan mereka adalah lada. Hasil pertanian dari beladang tersebut dikonsumsi sendiri, sedangkan buah lada dijual ke Malaysia atau di Indonesia. Dalam bertransaksi jual beli masyarakat Suluh Tembawang menggunakan 2 mata uang yaitu Rupiah dan Ringgit. Harga lada yang tinggi tidak berbanding lurus dengan kondisi ekonomi dari masyarakat di wilayah tersebut, hasil dari kebun masyarakat Suluh Tembawang terkadang tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dituturkan masyarakat setempat kepada tim roadshow.
Kendati kondisi tanah di Desa Suluh Tembawang subur dan dapat ditumbuhi bermacam-macam tanaman yang bernilai ekonomis, namun hal itu dirasa cukup sulit untuk menaikkan ekonomi masyarakatnya. Hal itu dikarenakan masyarakat mengarap pertaniaannya secara tradisional, tidak menggunakan teknologi yang kekinian. Ketidak pahaman dan ketidak tahuan masyarakat pedalaman di perbatasan akan manfaat teknologi khusunya pertanian dalam produksi maupun penjualan menjadikan komoditi andalan mereka dibeli dengan harga seadanya.
Berpuluh tahun masyarakat di wilayah itu terisolir di hutan rimba tanpa ada akses dengan dunia luar, baru saat ini saja mereka merasa merdeka karena akses jalan lintas batas yang dibuka oleh pemerintah telah tersedia. Daerah pedalaman perbatasan memiliki aset-aset negara yang sangat berharga yang tidak bisa dinilai dengan  materi apapun. Aset tersebut adalah masyarakat itu sendiri, secara khusus generasi penerus bangsa. Banyak anak-anak usia sekolah yang enerjik, ramah, dan cerdas di wilayah perbatasan Indonesia. Untuk memaksimalkan 'aset berharga' yang kelak akan menjadi penerus generasi bangsa, Yayasan MIKA melakukan roadshow ke daerah pedalaman yang ada di perbatasan tersebut. Kedepannya jika masyarakat pedalaman perbatasan sudah banyak yang memiliki pendidikan  memadai, maka secara otomatis mereka tidak akan mudah ditipu orang asing, mereka akan menjadi penjaga-penjaga perbatasan Indonesia, sehingga daerah perbatasan tidak lagi mudah di susupi narkoba, patok batasnya digeser, kekayaan alamnya diambil negara tetangga dan sebagainya.

Masyarakat Suluh Tembawang sendiri memiliki krakteristik ramah, murah senyum, dan mempunyai jiwa tolong-menolong. Secara  umum masih meyakini hal-hal mistis dan masih suka minum minuman lokal seperti tuak. Rata-rata penduduk tinggal di rumah-rumah sederhana. Kehidupan keberagamaan mereka masih belum kuat, mereka terkadang lebih percaya kepada dukun-dukun daripada percaya kepada Tuhan.
Meskipun di pedalaman perbatasan dan penduduknya 100 % orang Dayak, di Desa Suluh Tembawang  sudah ada 3 agama yang masuk yaitu Islam, Katolik, dan Kristen. Untuk Katolik tidak ada yang mengembalakan jemaatnya, sedang Kristen dilayani beberapa gereja hanya saja masih dirasa belum maksimal, hal itu dikarenakan para jemaat menginginkan para gembala yang melayani mereka merupakan gembala yang dapat menjadi contoh bagi kehidupan mereka, dengan kata lain mereka ingin melihat para gembala tersebut mempunyai komitmen dengan  apa yang dikhotbahkan juga dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. bukan gembala yang terlalu banyak bicara dan berteori, kata mereka ujar Yeremia
×
Berita Terbaru Update